LEKSIKOGRAFI ARAB
A.
Leksikografi Dalam Linguistik
Dalam studi linguistik umum sering disebutkan bahwa leksikografi adalah
salah satu bidang kajian linguistik yang bersifat terapan. Sebagaimana
dikatakan dalam kongres AILA (Assocation
Internationale de Linguistique) bahwa diantara ruang lingkup linguistik
terapan adalah bidang leksikografi.[1]
Sebenarnya leksikografi sangat berkaitan dengan semua kajian linguistik, baik
yang mikro (fonologi, morfologi, sintaksis dan semantik) maupun yang makro
(sosiolinguistik, antropolinguistik, dialektologi dan lain-lain). Hal ini
disebabkan kajian mengenai kosa kata, yang akan disusun menjadi kamus dalam
kerja leksikografi, menyangkut semua bidang linguistik. Pengetahuan fonologi
dperlukan oleh seorang leksikografer untuk menentukan fonem-fonem bahasa
disusun dalam kamusnya. Pengetahuan morfologi diperlukan untuk menentukan
bentuk-bentuk yang akan dijadikan tema, berikut sistem penyusunannya.
Pengetahuan semantik diperlukan untuk menentukan dan menganalisis satuan-satuan
sintaksis dengan benar. Pengetahuan semantik diperlukan untuk menjelaskan
makna-makna kata dengan tepat. Dalam hal ini, maka seorang leksikografer harus
memahami dan menerapkan konsep makna leksikal, makna gramatikal, makna kontekstual
dan makna idiomatik dengan benar.
Leksikografi termasuk bagian dari lingustik, dikarenakan linguistik
mengkaji bahasa dari berbagai aspeknya, dan leksikografi termasuk dari bagian
dari aspek-aspek bahasa.
B.
Hubungan leksikologi dengan semantik
Dalam kaitannya
dengan hubungan antara leksikologi dengan semantik para linguis berbeda
pendapat. Perbedaan pendapat itu disebabkan oleh persoalan perhatian pada dua
hal dalam semantik, yaitu masalah makna dan problematikanya. Ada tiga pendapat
terkenal mengenai hal ini, yaitu:
Pendapat
pertama mengemukakan bahwa semantik memiliki dua bidang bahasan. Bidang pertama
memperhatikan dan membahas studi tentang
makna-makna lafal, kata pada tataran kamus. Bidang kedua studi tentang lafal,
kata, kalimat dan ungkapan pada tataran sosial. Artinya, bahwa kamus itu
memfokuskan bahasannya tentang makna-makna umum lafal dan kosa kata yang
terdapat didalamnya, dan makna ini terlepas dari apa yang terucap dan yang
tertulis. Ia juga kadang-kadang mengabaikan konteks kata dan kalimat itu. Ketika kamus menjelaskan makna
ia tidak memperhatikan lingkungan tertentu, tetapi ia memperhatikan makna yang
terkenal/dipakai dalam suatu wilayah yang luas yang dimiliki oleh bahasa itu
yang untuk wilayah seluas itulah kamus itu dibuat.
Pendapat kedua
mengatakan bahwa studi tentang makna terbagi kedalam dua bagian: bagian pertama studi makna pada
tataran kamus dan bagian kedua studi makna pada tataran nahwu (tata bahasa).
Ini adalah pendapat L. Blommfield dan Ullman.
Pendapat ketiga
mengatakan bahwa semantik adalah ilmu yang mempelajari makna-makna pada tataran
kamus. Artinya bahwa pendapat ini tidak membedakan antara studi makna pada
tataran semantik dan studi makna pada
tataran kamus. Dengan kata lain bawa jika dikatakan semantik yang dimaksud
adalah studi kamus.
C.
Leksikografi dalam kajian bahasa
arab
Kata معجم berasal dari kata عجم yang
mengandung arti kabur, samar, tidak jelas.[2]
Di dalam Lisan al-Arab karangan Ibnu Mandzhur disebutkan الأعجم الذى لا يفصح ولا يبين كلامه (al-'ajam adalah sesuatu yang tidak dapat
menerangkan dan menjelaskan pembicaraannya). Juga disebutkan سميت البهيمة عجماء لأنها لا تتكلم (Binatang itu dinamakan
'ajmaa'a karena ia tidak dapat berbicara). Orang Arab menyebut negeri non-Arab
dengan istilah بلاد العجم karena bagi mereka bahasa negeri tersebut
tidak jelas dan tidak dapat dimengerti.[3]
Apabila kata عجم tersebut diawali hamzah
menjadi أعجم artinya berubah menjadi
menghilangkan atau menghapus kekaburan, kesamaran dan ketidak jelasan.[4] Penamaan jenis buku dengan mu'jam mungkin karena kekaburan, kesamaran dan ketidak jelasan
telah dihapus atau dihilangkan dalam buku tersebut.
Menurut Ibn Jinny dalam Husain Nashar bahwa ع ج م sudah ada dalam ungkapan-ungkapan Arab
mengenai hal-hal yang belum jelas dan tersembunyi. Kata عُجْمَةُ yang diambil dari pembicaraan orang-orang
Arab saat itu, dan muncul tatkala seorang laki-laki dan perempuan asing (non
Arab). Ketika keduanya sedang berbicara, kata-katanya tidak bisa dipahami atau
tidak fasih, maka kemudian kata عَجَمِى dan عَجَمٌ sebuah sebutan (لقب) yang diberikan kepada mereka berdua, dan
pada periode selanjutnya kata-kata معجم semakin berkembang dan dikenal di berbagai
tempat.[5]
Yang pertama kali menggunakan kata mu'jam
bukan dari kalangan ahli bahasa, tetapi dari kalangan muhadditsiin (ahli hadits). Karena kitab-kitab yang menghimpun nama sahabat Nabi dan para perawi Hadits berdasarkan urutan huruf alfabet Arab
oleh para ahli hadits dinamakan mu'jam.
Ibn al-Mutsanna (Abu Ubaidah Ma'mar Ibn al-Mutsanna w. thn. 307 H) telah
menyusun kitab Mu'jam al-Shahabat,
begitu juga al-Baghawi (Abu al-Qasim 'Abdullah Ibn Muhammad al-Baghawi w.thn.
317H) menyusun kitab Mu'jam al-Hadits.[6]
Para ahli linguis sendiri tidak menamakan kitabnya dengan mu'jam, bahkan dengan nama-nama tertentu, seperti nama-nama huruf al-'Ain, al-Hamza, al-Jiim dan
binatang, seperti al-Ibil, al-Ghanam,
al-Khayl serta nama-nama tertentu lainnya.
Kata قاموس
(kamus) arti sebenarnya adalah lautan ataupun bagian paling dalam dari
lautan. Pada zaman sekarang ini buku-buku kamus bukan hanya disebut
dengan mu'jam tetapi dinamakan juga
kamus. Kata kamus kemudian digunakan secara lebih umum, seperti Kamus Bahasa Arab, Kamus Bahasa Inggris, Kamus
Istilah, Kamus Populer, baik dengan menggunakan satu bahasa (mono-lingual), dua
bahasa (bi-lingual) ataupun tiga bahasa (tri-lingual).
Penamaan pertama kali dengan
istilah kamus ini setelah al-Fairuzzabadi (wafat tahun 1206 H) memberikan judul
bukunya dengan nama Al-Qamus al-Muhith.[7]
Setelah itu, istilah kamus lebih populer dan sering dipergunakan oleh berbagai
kalangan yang luas ketimbang istilah mu'jam.
Orang lalu menduga bahwa kata قاموس sinonim dengan
kata معجم , sehingga ahirnya setiap buku semodel itu dinamakan juga
kamus. Pernah jadi perbincangan orang, apakah kata قاموس sinonim dengan kata معجم
, tetapi ahirnya diputuskan setelah Lembaga Bahasa Arab di Cairo
menerima dan mengakui penggunaan kata قاموس dalam arti معجم .[8]
D.
Sejarah singkat perkamusan bahasa
arab
Para linguis
Arab bersepakat bahwa al-Halil Ibn Ahmad al-Farahidi (wafat tahun 175 H)[9]
dianggap sebagai perintis penyusunan kamus bahasa Arab.[10]
Bukunya 'Kitab al-'Ain' merupakan
buku pertama yang membatasi pada kajian lafadz (ucapan) bahasa Arab secara
komprehensif dengan menggunakan sistematika yang jelas,[11]
dan perkembangan berikutnya disempurnakan oleh generasi berikutnya.
Tetapi kalau
ditelusuri dalam sejarah, Imam al-Halil dengan kitabnya al-'Ain tidak muncul begitu saja tanpa didahului oleh kajian para
pemerhati bahasa sebelumnya. Usaha yang dilakukan oleh Ibnu Abbas dalam
menjelaskan lafadz al-Qur'an dianggap sebagai peletak dasar bagi penyusunan
kamus. Penjelasan Ibnu Abbas ini dikumpulkan dalam bentuk buku berjudul 'al-Lughat fi al-Qur'an' melalui jalur
periwayatan Ibnu Hasnun al-Muqari'. Buku ini disusun dan disandarkan
(bersumber) dari penjelasan Ibnu Abbas.[12]
Begitu pula
Ibnu Abbas menjelaskan makna lafadz al-Qur'an yang asing dan sulit dipahami (gharib al-Qur'an) sebagai jawaban yang
ditanyakan kepadanya telah dihimpun oleh para ulama. Salah
satunya terdapat pada kitab 'al-Itqan'
karya as-Suyuthi.[13]
Usaha yang dilakukan Ibnu Abbas
tersebut men-insipirasi ahli linguis Arab untuk menyusun kamus.
Kemudian usaha
untuk menghimpun bahasa Arab dari penutur asli berlanjut lebih giat lagi
dilakukan oleh para linguis berikutnya. Pada ahir abad kesatu sampai ahir abad
kedua, pola penghimpunan bahasa Arab dengan cara pergi ke pedalaman (masyarakat
Badui) dan mereka melakukan usaha penulisan (pembukuan) terhadap apa yang
mereka dengar langsung dari masyarakat Badui.[14]
Tetapi cara pembukuan tulisan tidak menurut aturan tertentu, melainkan mereka
menulis apa yang mereka dengar. Diantara kitab yang penting dengan model
penyusunan seperti ini adalah kitab 'al-Nawadir
fi al-Lughah' karya Abi Zaid al-Anshory Sa'id Ibn Ars (wafat tahun 215H).[15]
Pola berikutnya sebagai
pengembangan sebagai pengembangan dari pola yang pertama, para linguis mulai
mengelompokkan lafadz bahasa Arab kedalam tema-tema (judul) tertentu, seperti
penciptaan manusia, unta, kambing, pepohonan, tumbuhan dan seterusnya. Mereka
himpun dalam bentuk al-risalah (makalah) yang terlepas satu dengan lainnya.
Buku yang lahir dengan pola seperti ini, salah satunya adalah 'Kitab al-Hamza' karya Abi Zaid
al-Anshory. Kitab ini menghimpun ucapan-ucapan yang disusun secara urutan huruf
dengan huruf ahir adalah huruf hamzah, terdiri dari 28 bab. Tiap bab
menggunakan judul huruf, tetapi urutan huruf yang dipakai tidak teratur tidak
sesuai dengan susunan huruf hijaiyyah yang kita kenal. Seperti bab al-Dal dibahas setelah bab al-Zai, bab al-Zai setelah bab al-Ba'.[16]
Pembentukan mu'jam (kamus) yang
lebih komprehensif adalah yang dilakukan oleh al-Halil. Al-Halil menggunakan
pola pengumpulan lafadz dengan memberikan keterangan terhadap lafadz tersebut. Mu'jam dibagi kedalam bab-bab sebanyak
jumlah huruf, yaitu 27 bab. Susunan huruf menurut maharij al-huruf, dimulai dari aqsha
al-halq, yaitu kumpulan huruf ع , ح, هـ , خ,
dan غ dan berahir huruf hawiyah,
yaitu kumpulan huruf و, ا
dan ى.[17]
Al-'Ain karya Imam al-Halil ini
mendorong kajian ilmiah terhadap bahasa Arab. Penulisan mu'jam berikutnya
banyak mempola seperti yang dilakukan oleh al-Halil dengan beberapa perubahan
penyusunan entri dan lebih disempurnakan.
E.
Awal mula dan pertumbuhan
leksikografi bahasa arab
1)
Fase Pertama
Fase pertama perkembangan kamus Bahasa Arab
bermula sejak akhir abad pertama sampai akhir abad kedua Hijriyah. Jadi fase
pertama ini berjalan satu abad penuh. Pada fase ini, kamus-kamus yang muncul
umumnya berupa pembukuan kata-kata orang Arab pedalaman tanpa ada sistematika
tertentu. Seseorang yang mendengar kata-kata dari orang Arab pedalaman langsung
membukukan semua apa yang ia dengar.
Kamus yang
muncul di fase ini antara lain: al-Nawadir
fi al-Lughat karya Abu Zayd al-Anshari. Abu Zayd termasuk ulama bahasa dari golongan Basroh.
Dalam kamusnya, ia memasukkan nash-nash syi’ir, natsar dan kata-kata gharib
yang kemudian diberi penjelasan, namun ia tidak secara teratur menggunakan
aturan tertentu dalam menuliskan mufradat ataupun nash-nash yang ia jadikan
entry.
2)
Fase Kedua
Pada fase kedua
ini, penulisan entry-entry kamus sudah dilakukan pada beberapa catatan-catatan
kecil yang tersebar dan terpisah-pisah tetapi masing-masing catatan sudah
berupa kumpulan mufradat-mufradat dalam tema-tema atau kriteria-kriteria
tertentu berdasarkan keterikatan dan keterkaitan kata-kata tertentu. Contoh
kamus yang muncul pada fase kedua ini antara lain: catatan-catatan tentang
manusia, unta, domba, kuda, pepohonan, tumbuh-tumbuhan, musim-musim dan air.
Demikian pula ada kamus-kamus yng disusun berdasarkan lafadh-lafadh yang
mempunyai kesamaan huruf, seperti Kitab
al-Hamz, Kitab al-Jiem, Kitab al-Laam dan lainnya.
Dari
kamus-kamus yang disebutkan di atas, yang bisa kita temukan sekarang tinggal
Kitab al-Hamz karya Abu Zayd al-Anshari. Dalam kamus ini dituliskan kata-kata
yang berakhiran dengan huruf hamzah yang disusun dalam dua puluh delapan bab
sesuai dengan huruf awal kalimat, hanya saja tidak diurutkan seperti urutan
abjadi yang kita kenal sekarang. Jadi urutan bab hurufnya tidak runtut, seperti
bab Dal diletakkan setelah bab Zay. Bab Zay setelah bab Ba’ dan seterusnya.
Seperti kita
ketahui, Ibnu Abbas r.a. (w.68 H) adalah orang pertama yang konsen dengan
lafadh-lafadh gharib dalam al-Qur’an yang kemudian diikuti oleh para
ulama-ulama sesudahnya. Pada fase kedua ini, para ulama mencoba menyusun
entry-entry kamus berdasarkan tema-tema tertentu dan aturan-aturan tertentu.
Seperti dilakukan al-Khalil bin Ahmad (w.170 H) yang berusaha menyusun kamus
bahasa Arab yang komplit dalam karya berjudul “al-‘Ayn”. Sejak saat inilah
dimulai fase ketiga perkembangan penulisan kamus bahasa Arab.
3)
Fase Ketiga
Fase ketiga
perkembangan penyusuan kamus dan mu’jam bahasa Arab termanisfestasikan dalam
usaha para ulama yang mencoba menyusun kamus dan mu’jam yang menyeluruh.
Seperti kita ketahui, bahwa al-Khalil bin Ahmad telah memulai fase ini dengan
melahirkan karnyanya “al-‘Ayn”.
Penyusunan
kamus dan mu’jam bahasa Arab bermula sejak abad kedua hijiryah dan terus
berlanjut sampai masa kita sekarang. Kamus-kamus dan mu’jam-mu’jam bahasa Arab
mempunyai ciri khusus yang bisa kita kategorikan ke dalam gaya-gaya penyusunan
kamus atau dalam literatur arab disebut dengan al-madaaris al-mu’jamiyyah. Berikut ini uraiannya secara ringkas[18]:
1. Gaya penyususan kamus pertama yang
diwakili oleh “Mu’jam al-‘Ayn” karya
al-Khalil bin Ahmad (w.170) dan ulama-ulama lainnya seperti: Abu ‘Ali al-Qali
(w.3560) dengan kamusnya “al-Baari’,
al-Azhari (w.370) dengan kamusnya “al-Tahdzib”,
Ibn Ibad (w.385) dengan kamusnya “al-Muhit”
dan Ibn Sidah al-Andalusi dengan kamusnya “al-Muhkam”.
2. Gaya penyusunan kamus kedua. Setelah
al-Khalil dkk mengeluarkan karya mu’jamnya, maka ulama-ulama setelah al-Khalil
berusaha untuk juga melahirkan karya kamus yang tanpa cacat dan lebih mudah
digunakan. Karya kamus yang masuk dalam kriteria gaya penyusuan kedua ini
antara lain: “Mu’jam al-Jamharah fi
al-Lughah” karya Ibn Durayd al-Azdi (w.321 H), “Mu’jam Maqayis al-Lughah” dan “al-Mujmal”
karya Ahmad bin Faris (w.395) atau biasa dikenal dengan nama Ibn Faris (guru
Ibn Jinni).
3. Kamus-kamus dan mu’jam-mu’jam yang
masuk kategori gaya penyususan model ketiga antara lain: “al-Shihah” karya Abu Nashr Ismail bin Hammad al-Jawhary (w.393), “al-‘Ubab” karya al-Hasan bin Muhammad
al-Shaghany (w.650)[19],
“Lisan al-‘Arab” karya Ibn Mandhur
Abu al-Fadl Jamaluddin Muhammad bin Mukrim al-Mishry (w.711), “al-Qamus al-Muhith” karya Abu Thahir
Majduddin Muhammad bin Ya’qub al-Fairuz Abady (w. 817), “Taj al-‘Arus fi Jawahir al-Qamus”[20]
karya Abu al-Faydl Muhibuddin Muhammad bin Muhammad Murtadla al-Husayni
al-Zubaydi (w.1205), dan “Kitab
al-Mi’yar” karya Mirza Muhammad Ali al-Syairazi. Keistimewaan gaya
penyusunan kamus model ketiga ini adalah urutan entrinya yang berdasarkan huruf
akhir dari huruf asli masing-masing mufradat. Hal ini mungkin dimaksudkan untuk
membantu para sastrawan dan penyair dalam membuat syair-syair dan sajak-sajak
mereka.
4. Kamus-kamus dan mu’jam-mu’jam yang
masuk kategori gaya penyususan model keempat yang untuk pertama kali ditandai
dengan munculnya "Mu'jam Asal
al-Balaghah" karya al-Zamakhsyari (w.538). Kemudian disusul oleh "Mu'jam
al-Mishbah al-Munir" karya Ahmad bin Muhammad al-Fayumi
(w.770).[21]
yang selesai disusun pada tahun 734 H. Setelah al-Zamakhsari dan al-Fayumi,
penyusunan kamus mengalami kemandegan selama sekitar tujuh abad. Setelah
al-Zamakhsyari wafat, kamus bahasa pertama yang muncul seperti gaya kamus
al-Zamakhsyari adalah "Mukhit
al-Mukhit" karya Petrus al-Bustani (w.1300 H) yang masuk dalam
kategori kamus modern.
5. Kamus-kamus dan mu'jam-mu'jam
modern, yang masuk dalam kategori ini yaitu:
a.
Kamus-kamus
yang disusun oleh orang-orang Kristen seperti "Muhit al-Muhit"[22]
karya Petrus al-Bustani (w.1300 H) yang kemudian diringkas dalam "Qathr al-Muhit", "Aqrab
al-Mawarid fi Fushuh al-'Arabiyyah wa al-Syawarid" karya Sa'id
al-Khuri al-Syartuni (w.1330 H), "Mu'jam
al-Thalib"[23]
karya Jirjis Hammam al-Syuwairi, "al-Munjid"
karya Lois Makluf,[24]
"Mu'jam al-Mu'tamad" karya
George Syahin 'Athiyyah yang mengikuti pola Petrus al-Bustani dan dicetak pada
tahun 1927 M, "al-Bustan"[25]
karya Abdullah al-Bustani yang dicetak pada tahun 1930 M dan kemudian diringkas
oleh penulisnya sendiri dan diberi judul "Fakihah
al-Bustan".
b.
Kamus dan
mu'jam yang disusun dan diterbitkan oleh pusat-pusat bahasa Arab seperti "Matn al-Lughah al-'Arabiyyah"[26]
karya Syekh Ahmad Ridla yang diterbitkan oleh Pusat Bahasa Arab di Damaskus,[27] "al-Mu'jam al-Washit"[28]
yang disusun dan diterbitkan oleh Pusat Bahasa Arab di Kairo Mesir[29]
pada tahun 1960 M, "al-Mu'jam
al-Kabir" yang juga disusun dan diterbitkan oleh Pusat Bahasa Arab di
Kairo.
c.
Kamus dan
mu'jam yang disusun dan diterbitkan untuk tujuan pendidikan, seperti "al-Mu'jam al-Madrasi" disusun
oleh Prof. Muhammad Khayr Abu Harb dan diterbitkan oleh Departemen Pendidikan
di Damaskus pada tahun 1985 M.
d.
Kamus-kamus
lainnya yang disusun dan diterbitkan di negara-negara non-Arab, seperti di
Malaysia, Indonesia, Eropa, Amerika dll.
F.
Aliran-aliran dalam leksikografi
bahasa arab
Kamus
dapat dilihat dari dua
tinjauan. Pertama, ditinjau dari sisi
bahasa, kedua, ditinjau dari segi
sistematika penulisan.
A.
Ditinjau
dari segi bahasa, Dr. Hazim Ali Kamaluddin membagi kepada :
1) Kamus monolingual (المعاجم الأحادية (yaitu
kamus yang matan dan syarahnya dalam
satu bahasa. Contohnya kamus :
- Lisan al
‘Arab karya Ibn Mandzur
- Al’Ain
karya Al-Khalil ibn Ahmad
- Al-Shihah
karya al-Jauhari
- Al-Jamharah
karya Ibn Duraid.
2) Kamus bilingual (المعاجم الثنائية (, yaitu kamus yang menggunakan dua bahasa,
salahsatunya bahasa matan dan yang lainnya adalah bahasa syarah. Bahasa matan
dan syarah dalam kamus ini memiliki pemaknaan yang seimbang Tujuan dari kamus
jenis ini adalah agar pemilik bahasa syarah mengetahui makna kalimat yang ada
dalam bahasa matan. Kamus ini juga sering diistilahkan kamus terjemah.
Contoh kamis jenis ini :
- Al-Maurid,
yaitu kamus Inggris –Arab karya Munir al-Ba’labaki. Bahasa Inggris dalam kamus
ini sebagai matan dan bahasa Arab sebagi syarah.
- Al-Mu’jam
al-‘Ibry al-Injilizy li Alfadz al-‘Ahd al-Qadim, (A Hebrew and English lexicon of The old).
Bahasa ‘Ibriyah dalam kamus ini sebagai bahasa matan, dan bahasa Inggris
sebagai bahasa Syarah.
- Kamus Qujuman,
yaitu kamus ‘Ibriyah-Arab. Bahasa ‘Ibriyah sebagi matan dan bahasa Arab sebagai
syarah.
3) Kamus Multilingual (المعاجم المتعددة
اللغات ), yaitu kamus yang menggunakan lebih dari
dua bahasa. Kamus jenis ini terbagi dua yaitu :
1.
المعجم التقابلي , yaitu jenis
kamus yang menggunakan lebih dari dua bahasa dimana bahasa-bahasa tersebut
tidak memiliki kekerabatan. Salah satunya sebagai bahasa matan dan yang lainnya
sebagai bahasa syarah. Urutan kata-kata dalam kamus disesuaikan dengan bahasa
matan. Contoh kamus ini :
-
Dalam
bahasa inggris : Vocabularies.
-
Dalam
bahasa Suryani : kamus Contaz
(Suryani-Arab-Inggris-Prancis)
-
Kamus
Syiria-Inggris-Prancis-Arab.
-
Kamus
Inggris-Arab-Persia-turki-Armenia-Kurdi-Syiria.
2.
المعجم المقارنة, yaitu jenis
kamus yang menggunakan lebih dari dua bahasa yang saling memiliki kekerabatan.
Salahsatu bahasa dalam kamus ini menempati posisi bahasa matan yang berfungsi
sebagi pengurut entri kata dan yang lainnya bukan sebagai bahasa syarah.
Kata-kata dalam kamus ini memiliki dasar istiqaq
dan makna yang sama, dan bertemu dalam satu medan makna. Contoh jenis kamus ini
: Mujam mufradat al-Musytarak al-Syamy,
karya Dr. Hazim Ali Kamaluddin. Bahasa Arab dalam kamus ini diposisikan sebagai
bahasa matan yang jadi pedoman entri kata-kata.
Kata-kata bahasa lain bukan sebagai bahasa syarah. Hai ini dikarenakan
kata-kata diantara bahasa-bahasa tersebut tidak ada perbedaan.
Agar memudahkan pemahaman kita berikut ini disajikan
contoh perbandingan kata dalam rumpun bahasa Semit.
- Bahasa Arab : adam (ادام ) , sajada
(سجد
)
- Bahasa Habsy :
adam , sajada
- Bahasa Ibrani :
adam
, sajad
- Bahasa Suryani :
adam
, sjad
Jika kita perhatikan kata-kata yang musytarak di atas
berasal dari akar kata yang sama. Adam berasal dari akar kata “Hamzah” “dal”
dan “mim”, artinya juga sama. Demikian pula kata “sajada” berasal dari akar
kata “sin”, “jim” dan “dal”.
Jadi bisa disimpulkan bahwa kata-kata dalam al-Mu’jam al-Muqaran adanya kesamaan
dalam akar kata dan makna. [30]
B.
Kamus
ditinjau dari sistematika penulisannya.
Jika ditinjau dari sistematika penulisannya, maka kamus
dapat dibagi kepada dua jenis. Pertama mu’jam
al-alfadz (kata). Dua mu’jam al-ma’na
atau mujam al-Maudlu’i (Tematik) [31].
1. Kamus kata (معاجم الألفاظ ).
Sistem pengurutan huruf-huruf alfabet Arab untuk menyusun
Kamus Kata dapat dilihat sebagai berikut :[32]
a. penyusunan
materi kamus melalui tehnik rolling.
Tehnik ini terbagi dua yaitu :
1) Sesuai dengan makharijul huruf seperti yang dilkukan
oleh Al-Khalil ibn Ahmad al-Farahidi dalam kamusnya Al-‘Ain. Al-Azhari dalam kamusnya Al-Tahdzib. Tehnik penyusunannya dimulai dari huruf yang berasal
dari halaq (tenggorokan) terdalam
sampai ke bibir. Jadi susunannya adalah :
ع-
هـ - خ / ق- ك/ ج- ش- ض/ ص- س- ز/ ط- د- ت/ ظ- ذ- ث/ر- ل- ن/ ف- ب- م/ و- ا- ي[33]
Kamus-kamus yang termasuk kelompok ini adalah :
§
Kitab Al-‘Ain, disusun
oleh Al-Khalil ibn Ahmad al-Farahidi (wafat di bashrah tahun 170 H/786 M).
§
Kamus Al-Bari’ disusun
oleh Abu ‘Ali al-Baghdadi (wafat di kordova tahun 356 H/ 967 M).
§
Kamus
Tahdzib al-Lughat, disusun oleh Abu
manshur Muhammad ibn Ahmad al-azhari, (wafat di Khurasan tahun 370 H/ 981 M).
§
Kamus Al-Muhith, disusun oleh Al-Shihab ibn
‘Abbad, (wafat di Al-Rayy tahun 385 H/ 995 M).
§
Kamus Al-Muhkam wa al-Muhith al-A’dzam,
disusun oleh Abu al-Hasan ‘Ali ibn Isma’il al-Andalusi yang dikenal dengan nama
Ibn Siddah (wafat di Daniyat tahun 458 H/ 1066 M).[34]
2) Sesuai dengan
susunan abjad biasa (ا-
ب- ث... ) susunan Nashr ibn ‘Ashim, Sistem ini megambil dua bentuk :
a). urutan kata
menurut huruf pertama dengan melepaskan huruf tambahan.
b) urutan kata menurut
huruf pertama dengan tidak melepaskan huruf tambahan.[35]
Kamus-kamus yang tergolong jenis ini adalah :
§
Kamus Al-Jamharat, disusun oleh Abu Bakar
Muhammad ibn Hasan Ibn Duraid, (wafat di
Baghdad tahun 321 H/ 933 M).
§
Kamus Al-Huruf,
disusun oleh Abu ‘Amru Ishaq al-Syaibani (wafat di Baghdad tahun 206 H/ 821 M).
§
Kamus Al-Mujmal dan kamus Al-Maqayis, kedua-duanya disusun oleh Abu Husein Ahmad ibn Faris
ibn Zakariya al-Qazwaini, (wafat di al-Rayy tahun 395 H/1004 M).
§
Kamus Asas al-Balaghah, disusun oleh Mahmud
ibn ‘Umar ibn Ahmad al-Khawarizmi
al-Zamakhsyari, (wafat di Khurasan tahun 538 H/ 1144 M).
§
Kamus Al-Mishbah al-Munir, disusun oleh Ahmad
ibn Muhammad ibn ‘Ali al-Fayyumi.
(wafat tahun 770 H/ 1368 M).[36]
b. Penyusunan kamus dengan
huruf akhir sebuah kata. Pelopor
tehnik ini adalah Abu Ibrahim Ishaq ibn Ibrahim al-Farabi (w. 350 H) dalam
kamusnya Diwan al-Adab.
Yang tergolong
kamus jenis ini adalah :
Ø
Kamus Diwan al-Adab, disusun oleh Ibrahim ibn
Ishaq al-Farabi, (wafat di Zabid tahun 350 H/ 961 M).
Ø
Kamus Al-Shihah, disusun oleh Abu Nashr
Isma’il ibn Hamad al-Farabi, (wafat di Nisabur tahun 393 H/ 1003 M).
Ø
Kamus Al-‘Ubab, disusun oleh Al-Hasan ibn
Muhammad ibn Hasan al-Shaghani,
(wafat di Baghdad tahun 680 H/ 1281 M).
Ø
Kamus Lisan al-‘Arab, disusun oleh Ibn Mandzur
jamaluddin al-Anshari, (wafat di Kairo tahun 711 H/1311 M).
Ø
Al-Qamus al-Muhith, disusun oleh Abu Thahir
Muhammad ibn Ya’qub Mujiddin al-Fairuzzabadi, (wafat di Zabid tahun 817 H/ 1415
M).
Ø
Kamus Ta al-‘Arus, disusun oleh Al-Sayyid
Murtadha al-Zabidi, (wafat tahun 1206 H/1791 M).[37]
c. Penyusunan
berdasarkan susunan alphabet biasa, tanpa memperdulikan apakah kata tersebut
asal atau sudah ada tambahan. Pelopor tehnik ini adalah Abu Halal al-‘Askari.
(w. 395 H).
Kamus yang
termasuk kelompok ini adalah :
Ø
Mu’jam fi Baqiyat al-Asya’a, susunan
Abu Halal al-Hasan ibn ‘Abdullah ibn Sahal
al-‘Askari (wafat tahun 395 H).
Ø
Kamus Al-Munjid fi al-Lughah, disusun oleh Abu
al-Hasan ‘Ali ibn al-Hasan al-Huna’i atau lebih dikenal dengan nama Kuraa’
al-Naml, (wafat 310 H).
Ø
Qamus al-Qur’an, disusun oleh Al-Husein ibn Muhammad al-Damighani.
Ø
Kamus
Al-Murshi’, disusun oleh Abu Sa’adat Mujiddin al-Mubarrak ibn Muhammad ‘Abd
al-karim ibn al-Atsir.(wafat tahun 606 H).
Ø
Kamus Al-Hadlarah, disusun oleh ‘Abd Kafi Namiq,
(wafat tahun 191 H).
Ø
Kamus-kamus
masa modern seperti Al-Marja’,
disusun oleh Al-Syaikh ‘Abdullah al-‘Alayili, diterbitkan di Bairut tahun 1963.
Kamus Al-Ra’id, disusun oleh Jibrani
Mas’ud. Diterbitkan di Bairut tahun 1965.
Kamus Al-Munjid al-Abjadi,yang
merupakan kamus hasil menyeleksi kata-kata yang tidak digunakan dari kamus Al-Munjid karya Lois ma’luf.[38]
2. Kamus
Makna (معاجم المعاني
)
Kamus ini juga disebut sebagai Mu’jam Maudhu’I atau kamus
tematik. Kamus ini membahas sisi-sisi makna kata sesuai dengan sejarahnya dan
logika.[39]
Pada awalnya bentuk kamus jenis ini berupa satu risalah
mengenai satu konsepsi. Tokoh pertama pada abad dua Hijriyah misalnya Abu Malik
ibn Karkarat yang menyusun tentang Khalqu
al-Insan (ahlak manusia), Al-Khail
(kuda). Abu Khairat al-‘arabi, guru Al-Khalil ibn Ahmad al-Farahidi,[40]
yang menyusun kamus tentang Al-Hasyarat
(serangga).
Pada abad ketiga bentuk pertama masih dianut orang, namun
lahir pula bentuk lain yang tidak hanya memuat satu konsepsi tetapi banyak
konsepsi. Al-Silah (senjata) susunan
Al-Nadlr ibn Syumayyil.(w. 204 H) Al-Nahlah
(pohon kurma), Al-Ibil (unta), dan
kamus Al-Insan (manusia) susunan Abu
‘Amr al-Syaibani (w. 206 H). Kamus Al-Insan
(manusia), dan Al-Ruz (tanaman)
sususan Abu Ubaidah, kemudian kamus Asma’
al-Khail (nama-nama kuda), kamus Al-Bi’r
(sumur) dan kamus Al-Dar’a (baju
baja) susunan Ibn al-‘Arabi (w. 232 H).
Bentuk kedua diantaranya kamus Al-Sifaat (sifat-sifat) susunan al-Nadr ibn Syumayyil, kamus Al-Gharib al-Mushannaf, susunan ‘Ubaid
al-Qasim ‘Abd al-Salam (w. 224 H), dan kamus Al-Alfadz susunan Ibn al-Sikkit (w. 244 H). [41]
Pada abad keempat Hijriyah kedua bentuk tersebut masih
tetap berlaku dan muncullah karangan Ibn Duraid mengenai Al-Sarj wa al-Liham (pelana dan kendali) dan Al-Mathar wa al-Sahab (hujan dan awan), karangan Abu ‘Ali al-Qali
mengenai Al-Ibil (unta). Sedangkan karangan Kura’ al-naml (w. 309 H)
berjudul Al-Munjid, karangan
Al-Hamadzani yakni ‘Abd al-Rahman ibn ‘Isa al-Hamadzani (w. 320 H) berjudul Al-Alfadz al-Kitabiyah.
Pada abad kelima Hijriyah tinggal hanya bentuk kedua berupa
Mabadi’ al-lughah karangan Al-Iskafi
(w. 421 H), fiqh al-Lughah wa sirr
al-‘Arabiyah karangan Al-Tsa’alibi (w. 429 H), dan Al-Mukhashas karangan Ibn Sidah (w. 458 H).[42]
Dari karangan-karangan yang telah disebutkan di atas pada
dasarnya dapat digolongkan pada dua kelompok jenis kajian.
1.
kajian
makna yang disusun berdasarkan tema-tema.
2.
kajian makna secara umum yang disusun dalam bentuk
kamus berisi makna kata-kata yang ditemukan dalam bahasa arab, baik yang
berprekwensi tinggi dalam pemakaian, maupun yang tidak. [43]
Dalam menyusun kamus ini Dr. Husein Nashar menekankan
perlunya memperhatikan aturan berikut ini :
1. Harus senantiasa menjelaskan makna asal kata yang
memiliki banyak makna.
2. Harus menampilkan makna umum lebih dahulu dari makna
khusus, makna kongkrit dari makna abstrak, makna hakiki dari makna majazi,
selaras dengan perkembangan pemikiran manusia, harus menguasai ilmu majaz,
menguasai ilmu sinonim, mengetahui antonim, sedapat mungkin menguasai secara
mendalam setiap makhluk hidup, binatang,
benda-benda kongkrit, secara general dan detail.[44]
G.
Fungsi kamus
Kamus merupakan buku acuan yang memuat kata dan
ungkapan, biasanya disusun menurut abjad berikut keterangan tentang makna,
pemakaian dan terjemahannya. Berbeda dengan kamus, sebuah acuan yang memberikan
uraian tentang berbagai cabang ilmu atau bidang ilmu tertentu dalam
artikel-artikel terpisah, maka disebut ensiklopedi, sedangkan bila
kata-kata tersebut tidak disusun secara alfabetis melainkan disusun atas dasar
pengelompokan hiponim, sinonim dan antonim, maka disebut tesaurus.[45]
Berdasarkan pernyataan di atas kita
dapat mengetahui bahwa fungsi kamus adalah membantu para pemakai untuk mengenal
kata-kata baru berikut maknanya. Selain menerangkan makna kata, kamus juga
memuat cara-cara mengucapkan kata tersebut, menerangkan asal kata serta
memberikan contoh-contoh penggunaannya
dalam masyarakat. Sebagaimana dikatakan pula oleh Samuel Johnson, Bapak
leksikografi Inggris, Penyusun Dictionary
of the English Language (1755 ), bahwa fungsi kamus adalah memelihara
kemurnian bahasa. Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Noah Webster, bapak
leksikografi Amerika, penyusun An
American Dictionary of The English Language (1882). Sedangkan Dr. Hamid
Shadik Qatibi memandang kata kamus merupakan sinonim dari kata mu’jam dan memiliki fungsi-fungsi
sebagai berikut:
1. Menemukan makna sebuah kata
2. Menetapkan palafalan dan cara pengucapan
3. Menetapkan ejaan
4. Menelusuri asal asul sebuah kata
5. Membedakan antara kata yang tak lazim dan tak terpakai
serta menjelaskan kata-kata yang murni dan serapan
6. Mengetahui sinonim dan antonim
7. Penggunaan kata-kata sastra dan peribahasa
8. Pengetahuan yang bersifat ensiklopedis[46]
Sama halnya dengan pendapat Qatibi
tentang fungsi kamus diatas adalah pendapat Mukhtar Umar yang menyebutkan juga
bahwa fungsi kamus yaitu untuk menerangkan cara menulis kata, labih-lebih bila
huruf alfabet yang ditulis tidak mewakili sepenuhnya suara yang dilafalkan,
disamping untuk menentukan fungsi morfologis sebuah kata dan penentuan stress
(tekanan) saat pelafalan.[47]
H. Macam-macam
kamus bahasa arab
Secara umum sebagaimana telah dijelaskan dalam
aliran-aliran dalam leksikografi, macam-macam kamus dapat dilihat dari beberapa
segi antara lain: 1) ruang lingkup isinya, 2) penggunaan bahasanya, 3)
sifatnya, 4) ukurannya, dan 5) ciri khususnya.
Berdasarkan ruang lingkup isinya,
kamus terbagi menjadi kamus umum dan kamus khusus. Yang dimaksud kamus
umum adalah kamus yang memuat segala macam topik yang ada dalam sebuah
bahasa. Bila kamus itu hanya memuat kata-kata dari suatu bidang tertentu, maka
kamus itu disebut kamus khusus. Yang termasuk kedalam jenis kamus khusus
ini anatar lain: 1) kamus istilah, yakni kamus yang menjelaskan
istilah-istilah khusus dalam bidang tertentu, 2) kamus etimologi, yakni
kamus yang menerangkan asal usul suatu kata maksud dasarnya, 3) kamus peribahasa,
yakni kamus yang menerangkan maksud suatu peribahasa, 4) kamus kata nama khas,
yakni kamus yang hanya menyimpan kata nama khas ( nama tempat, nama tokoh, nama
institusi dll).
Berdasarkan sifatnya, kamus terbagi
kedalam kamus standar dan kamus non-standar. Kamus standar
merupakan kamus yang diakui dan memuat kata-kata yang standar dalam suatu
bahasa. Dan sebaliknya bila kata-kata yang terdapat dalam kamus bukan termasuk
kata-kata standar, maka disebut kamus non-standar[48]
Berdasarkan penggunaan bahasanya, kamus terbagi
kedalam kamus ekabahasa, kamus dwibahasa dan kamus aneka
bahasa (multi bahasa). Kamus ekabahasa adalah kamus yang
hanya menggunakan satu bahasa. Kata-kata ( entri ) yang dijelaskan dan
penjelasannya terdiri dari bahasa yang sama. Kamus dwibahasa merupakan
kamus yang menggunakan dua bahasa, yakni kata masukan yang ada dalam kamus
diberi padanan atau maknanya dalam bahasa lain. Sedang kamus aneka bahasa
itu sekurang-kurangnya menggunakan tiga bahasa atau lebih.
Berdasarkan ukurannya, kamus terbagi kedalam kamus mini,
kamus kecil dan kamus besar. Kamus mini disebut juga dengan kamus
saku, karena bentuknya yang kecil dan bisa disimpan dalam saku, biasanya
tebalnya kurang dari 2 cm. Kamus kecil memiliki ukuran yang tidak besar, tetapi
lebih besar dari kamus saku, kamus ini memiliki sifat bisa dibawah kemana-mana.
Sedangkan kamus besar dapat memuat segala leksikal yang terdapat dalam suatu
bahasa, setiap kata dijelaskan maksudnya secara lengkap, biasanya ukurannya
besar dan sulit untuk dibawa kemana-mana.[49]
Dr. ‘Athif Madkur menyebutkan jenis-jenis kamus bahasa Arab
berdasarkan materi pembahasannya kedalam lingkup berikut:
- Kamus umum;
2.
قوائم
المفردات (Glossarry);
3.
المعجمات
المفهرسة (Concordances);
4.
المعجمات
السياقية (Contextual
Dictionories);
5.
معجمات
المراحل (Period
Dictionories);
6.
المعجمات
الاشتقاقية (Etymological
Dictionories);
7.
معجمات
المترادف (Dictionories
of Syinonyms);
8.
معجمات
المعاني (The
Conceptual Dictionories);
9.
معجمات
المعاني (Pronunciation Dictionories);
10. معجمات الصطلحات (Term Dictionories); dan
[2] Lihat Muhammad Husain Ali Yasin, al-Dirasaat
al-Lughawiyah 'Inda al-Arab, (Bairut: Dar Maktabat al-Hayat, 1980), hal.
219
[6] A. Akrom Malibarry, Kamus al-Munjid; Telaah
Kritis atas Bagian Kedua : al-'Alm, Tesis Pascasarjana UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, tahun 1999, hal. 10
[9] Al-Halil Ibn Ahmad al-Farahidi lahir di Amman
pada tahun 100 H. Dia pindah ke Basrah ketika menginjak masa muda. Dia belajar
pada ulama besar Basrah seperti Abi Umar Ibn al-'Ala, Isa Ibn Amr dll hingga
dia menjadi ulama besar pada bidang lughah (linguistic) Basrah. Murid-murid
beliau diantaranya; Sibawaih, Kasa'i, Nadhar Ibn Syamil, Muarrij as-Sudusi dan
Ashmu'i.
[10] Lihat Muhammad Husain Ali Yasin, al-Dirasaat
al-Lughawiyah 'Inda al-Arab, (Bairut: Dar Maktabat al-Hayat, 1980), hal. 87
dan Mahmud Fahmi Hijazi, Ilm al-Lughah al-Arabiyah, (Cairo: Dar
al-Gharib, tt), hal. 99.
[21] Beliau adalah pendatang di kota Hamah Irak dan
menjadi khotib masjid jami al-Dahsyah di kota tersebut.
[22] Kamus ini dicetak pada tahun 1870 dan termasuk
kamus modern pertama yang memuat banyak mufradat-mufradal 'amiyah,
istilah-istilah kristiani dan entry-entry non-bahasa Arab. Menurut Dr. Muhammad
Ali Sulthani dalam al-Tadzkirah fi al-Ma'ajim al-'Arabiyyah, Petrus
al-Bustani bukanlah orang yang mumpuni dalam bahasa Arab. Hal ini diperkuat
oleh tulisan Prof. Abdul Lathif al-Taybawi yang dimuat majalah "Maj'ma'
Lughah al-'Arabiyyah" yang terbit di Damaskus, dan tulisan Dr. Mazin
al-Mubarak dalam bukunya "Nahw wa'y Lughawi". Masih menurut
Dr. Muhammad Ali Sulthani, Petrus telah membuka kran bagi orang-orang
sesudahnya untuk leluasa menggunakan bahasa 'amiyah dan membelokkan tafsiran
bahasa mereka ke arah keyakinan kristiani dan keluar dari tujuan dasar
penyusunan sebuah mu'jam. (lihat: Dr. Muhammad Ali Sulthani dalam al-Tadzkirah
fi al-Ma'ajim al-'Arabiyyah, hlm. 70)
[24] Kamus ini terkenal dan banyak digunakan di
Indonesia, tetapi banyak dikritik oleh ulama-ulama Arab karena Lois Makluf
dianggap tidak berpegang pada referensi yang dapat dipercaya dalam menyusunnya.
Lois Makluf juga dianggap tidak bisa dipercaya kompetensi kebahasaannya disamping
banyak memasukkan entry-entry muwallad, 'amiyyah dan kosa kata kristiani.
[25] Kamus ini menjadikan "Muhit
al-Muhit" sebagai rujukan utama dan mengambil beberapa entry dari "Taj
al-'Arus".
[26] Kamus ini selesai disusun pada tahun 1947 M
dan baru diterbitkan pada tahun 1958, lima tahun setelah penyusunnya meninggal
dunia.
[27] Pusat bahasa ini merupakan Pusat Bahasa Arab
Pertama sehingga mu'jam yang diterbitkannya juga merupakan mu'jam pertama yang
diterbitkan oleh pusat bahasa Arab.
[28] Entry mu'jam ini sekitar 30.000 entry yang disusun secara alfabetis
(abjadi) sesuai huruf awal masing-masing entry. Jumlah halamannya lebih dari
1000 halaman yang dicetak dalam dua jilid dan kemudian dicetak menjadi satu jilid
di Istambul Turki. Kamus ini juga dilengkapi dengan sekitar 600 buah gambar.
[30]Dr. Hazim Ali Kamaluddin, Dirasah fi ‘Ilm al-Ma’ajim, Kairo :
Maktabah al-Adab, tt. Hal. 32 dan seterusnya.
[31]Dr. Hazim Ali Kamaluddin, Dirasah fi ‘Ilm al-Ma’ajim … hlm.
47, lihat pula Muhammad Husein Ali Yasin, Al-Dirasat al-Lughawiyah ‘indal
al-Arab,,… hlm. 226.
[32]Dr. Riyadh Zaki Qasim, Al-Mu’jam al-Arabi, Buhuts fi al-Madah wa
al-Manhaj wa al-Tathbiq, Bairut : Dar al-Ma’arif, tt, hlm. 111.
[33]Prof. Dr. H.M. Matsna, MA. Orientasi Semantik al-Zamakhsyari,
Kajian Makana Ayat-Ayat Kalam, Jakarta : Anglo Media, 2006. hlm. 14.
Bandingkan pula pada Dr. Riyadh Zaki Qasim, Al-Mu’jam Al-Arabi…hlm 112.
[34] Lihat Husein Nashar, Al-Mu’jam al-‘Arabi,
Nasy’atuhu wa tathawwuruhu. Kairo : 1968, jilid II. jilid I. hlm.217-392.
[35] Lihat Dr. Riyadh Zaki Qasim,
Al-Mu’jam Al-Arabi,… hlm. 114.
[36] Husein Nashar, Al-Mu’jam
al-‘Arabi,. jilid II, … hlm. 464-477.
[37] Lihat Husein Nashar, Al-Mu’jam al-‘Arabi,.,
jilid II…. hlm. 484 dan sesudahnya..
[38] Lihat Riyadh Zaki Qosim, Al-Mu’jam Al-Arabi,
…hlm. 119-120.
[39] Dr. Husein Nashar, Al-Mu’jam
al-‘Arabi, Jilid II… hlm. 779.
[40] Dr. Husein Nashar,
Al-Mu’jam al-‘Arabi, jilid I….hlm. 35.
[41] ‘Adnan al-Khatib, Al-Mu’jam al-‘Arabi bain al-Madli wa al-Hadlir,
Cairo : Ma’had al-Buhuts wa al-‘Arabiyyat, 1967. hlm. 37, Husein al-Nashshar, Al-Mu’jam
al-‘Arabi, jilid I… hlm. 129 dan seterusnya.
[42] Ahmad Mukhtar ‘Umar, Al-Bahs al-Lughawi ‘ind al-Arab, Kairo
: Dar Mishr li al Thiba’at, 1968, 185-187.
[43] Prof. Dr. H.M. Matsna, MA. Orientasi Semantik al-Zamakhsyari,
… hlm. 15.
[44] Dr. Husein Nashar,
Al-Mu’jam al-‘Arabi,… hlm. 779.
[45] KBBI, ed III, Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional,
Balai Pustaka, Jakarta, 2002, hal. 499
[46] الدكتور حامد صادق قتيبي, ( المعاجم و المصطلحات) مباحث فى المصطلحات و
المعاجم و التعريب, الدار السعودية, جدة, 1287 ه / 2000 م, ص 250
[47] Lihat Ahmad Mukhtar Umar, Al
Bahts al Lughawy ‘nd al-‘Arab, ‘Alam al Kutub, Kairo, 1978, hal. 117-119
[48] Gorys Keraf, Diksi dan Gaya Bahasa, Jakarta,
Gramedia Pustaka Utam, cet VIII. Hal 44
[49] http:// ms.wikipedia.org/wiki/kamus
[50] ‘Athif Madkur, ‘ilm al-Lughah Baina al-Turats wa al-Mu’ashirah,
(Kairo: Dar al-Tsaqafah li al-Nasyr wa al-Tauzi’, 1987), h. 81 - 84
Tidak ada komentar:
Posting Komentar